Cerita Rakyat Asal Usul Banyuwangi

Apa Anda tau apa itu folklore? Folklore atau cerita rakyat digunakan untuk menyampaikan nasihat atau pesan yang disusun kedalam sebuah cerita.

Cerita tersebut kemudian tersebar dari mulut-ke mulut. Salah satu yang terkenal adalah cerita rakyat asal usul Banyuwangi.

Sama seperti folklore lainnya, kisah tentang legenda banyu wangi tidak bisa dipastikan kebenarannya.

Namun, poin terpentingnya adalah bagaimana Anda dapat memetik hikmah dan menjadikannya pelajaran.

Cerita Rakyat Asal Usul Banyuwangi

[su_box title=”Simak Ceritanya” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Pada zaman dahulu, lebih tepatnya di daerah timur Pulau Jawa, hidup lah seorang raja yang bernama Banterang.

Raja Banterang memerintah wilayahnya dengan sangat adil, sehingga memiliki kerajaan yang makmur serta militer kuat.

Raja ini kemudian menyerang kerajaan Klungkung untuk memperluas wilayahnya dan berhasil membunuh Raja Klungkung dengan tangannya sendiri.

1. Pertemuan Sang Raja dengan Sang Putri

Bertahun-tahun telah berlalu sejak penyerangan ke kerajaan klungkung. Raja Banterang memiliki kehidupan normal layaknya seorang pemimpin.

Ia sangat menyukai kegiatan berburu, sehingga pada suatu ketika memutuskan berburu di hutan bersama para pengawalnya. Ditengah perburuannya, sang raja melihat seekor kijang.

Ia mengejar kijang tersebut sampai ke sampai terpisah dari rombongan pengawal, namun pada akhirnya kehilangan binatang buruan tersebut.

Tanpa sadar, Banterang sudah berada di tepi sungai yang sangat jernih airnya. Di lokasi inilah sang raja bertemu dengan seorang gadis cantik jelita yang menghampirinya.

Ia bertanya, “siapa namamu? Dan dari mana asalmu?”. Gadis itu kemudian menjawab, “nama ku Surati, aku berasal dari kerajaan Klungkung. Ayahku merupakan seorang Raja di kerajaan itu”.

Tentu saja Raja Banterang menyadarinya, tapi dia memilih tetap diam dan membawa sang putri ke kerajaannya.

Tentu tujuan awalnya karena merasa iba. Pada akhirnya putri Surati dan Raja Banterang menikah.

2. Pertemuan Surati dengan Kakaknya

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, bahwa sang raja memiliki hobi berburu bersama pengawalnya. Perburuan ini bahkan sering memakan waktu lebih dari sehari.

Sembari menunggu suaminya pulang, Surati juga sering berjalan-jalan. Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki berpakaian compang-camping datang menghampiri surati.

Tanpa disangka-sangka, laki-laki tersebut merupakan saudara Surati, lebih tepatnya kakak laki-lakinya.

Surati kemudian menceriakan apa yang terjadi pada dirinya sampai akhirnya dipersunting oleh Raja Banterang.

Kemudian, Rupaksa bertanya “apakah kamu tahu, bahawa suami mu menyerang membunuh ayah kita, raja Klungkung? Kita harus balas dendam”

Tentu Surati sangat kaget mendengar kabar dari kakaknya ini, tapi dia menolak tawaran kakaknya Rupaksa untuk balas dendam lantaran berhutang budi sudah diselamatkan di lain waktu.

Hal tersebut membuat Rupaksa menjadi sangat marah. Kemudian Rupaksa memberikan ikat kepalanya kepada adiknya dan menyuruhnya untuk meletakan di bawah bantal.

Surati yang polos langsung mengikuti perintah tersebut tanpa mengira ada maksud lain dibelakangnya.

3. Akhir Cerita Surati

Setelah pertemuannya dengan adiknya, Rupaksa kemudian bertemu dengan sang raja.

Dengan penuh muslihat yang meyakinkan dia berkata “Tuanku, saat ini hidup paduka sedang dalam bahaya besar. Ada yang berusaha membunuh paduka melalui isteri Anda dan orang suruhannya”.

Raja Banterang kaget mendengar kabar ini “Isteriku menghianati ku? Apa buktinya?”. “Paduka silahkan kembali ke istana dan lihatlah dibawah bantal isteri Anda disitu ada sebuah ikat kepala, itu untuk membunuh Anda”.

Raja Banterang pun kembali ke istananya untuk memeriksa apakah yang dikatakan laki-laki asing itu benar.

Betapa kagetnya dia ketika menemukan ikat kepala itu. “Ternyata kau ingin membunuhku, ini buktinya” kata sang raja.

“Tidak suamiku, ini merupakan cinderamata dari kakak ku yang aku temui ketika kamu sedang berburu” Surati berusaha menjelaskan.

Akan tetapi, kemarahan sudah membutakan hati sang raja sehingga tidak mendengar perkataan istrinya. Surati kemudian diseret tepian danau oleh sang raja.

Kemudian Surati berkata “Suamiku, aku akan melompat ke danau, apabila airnya berbau harum, artinya aku berkata jujur! Tapi, jika aku berbohong, maka air danau akan berbau amis!”

Air danau seketika berbau harum, itu membuat sang raja sangat menyesali perbuatannya yang tidak mau mendengarkan istrinya.

Dalam bahasa jawa, air disebut sebagai banyu. Sedangkan wangi atau harum direpresentasikan dengan kata wangi. Kisah air danau yang menjadi harum ini kemudian disebut sebagai banyuwangi.[/su_box]

Selain cerita rakyat di atas, mungkin kamu juga tertarik membaca cerita berikut:

Unsur Intrinsik Cerita Banyuwangi

Unsur intrinsik merupakan bagian-bagian yang membangun sebuah cerita. Lalu, bagaimanakah unsur intrinsik cerita asal usul Banyuwangi? Berikut ini adalah ulasan lengkapnya.

1. Tema

[su_box title=”Tema Cerita” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Tema berisi tentang gambaran cerita secara luas. Pada saat ingin membuat cerita fiksi, biasanya tema ditentukan pertama kali untuk memudahkan penulisan.

Tapi tak jarang tema cerita berubah pada saat proses penulisan cerita. Cerita rakyat asal usul Banyuwangi bertemakan Istana Sentris. Dimana mengisahkan kehidupan raja dan segala macam bumbu-bumbunya.[/su_box]

2. Latar

[su_box title=”Latar dalam cerita” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Berikut Latar atau setting merupakan gambaran tentang peristiwa yang terjadi didalam cerita. Latar digunakan untuk membangun suasana cerita.

Dalam hal ini latar bisa berupa waktu, tempat, keadaan sekeliling, dan berbagai hal lainnya. Dalam lakon kisah tersebut, ada beberapa latar yang bisa diidentifikasi.

Pertama, tepian sungai tempat raja dan putri Surati bertemu. Kedua, didalam kamar saat sang raja memeriksa apakah dibawah bantal istrinya benar ada ikat kepala.

Ketiga, tepian danau tempat Surati membenam.[/su_box]

3. Tokoh

[su_box title=”Penokohan” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Penokohan termasuk salah satu unsur intrinsik yang sangat penting untuk membangun sebuah cerita. Tokoh bisa berupa manusia maupun objek lainnya.

Asalkan dia memiliki percakapan di dalam cerita. Di Dalam cerita Banyuwangi, ada tiga orang tokoh yang teridentifikasi, yaitu Surati, Raja Banterang, dan Rupaksa.

Meskipun ada objek manusia lain yang disebut dalam cerita, seperti Raja Klungkung dan pengawal, namun mereka tidak bisa disebut sebagai tokoh.[/su_box]

4. Alur

[su_box title=”Alur Cerita” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Lanjut ke bagian alur atau yang sering disebut sebagai plot digunakan untuk menggambarkan kemana arah cerita tersebut menuju.

Dalam cerita ini alur sendiri bisa dibagi menjadi tiga, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran. Alur maju terjadi ketika rangkaian cerita bergerak maju terus tanpa mundur sedikitpun.

Kisah yang diceritakan di atas menggunakan alur maju. Pertama alur mundur terjadi ketika rangkaian cerita bergerak mundur. Biasanya ditandai dengan sang tokoh mengingat kejadian dimasa lampau (flashback).

Lalu ada juga alur campuran terjadi ketika rangkaian cerita bergerak maju dan mundur.

Kisah di atas tidak bisa disebut sebagai alur campuran, sebab tidak menggambarkan kejadian masa lampau, namun hanya memberitahu informasi masa lalu. Itupun hanya sedikit sekali.[/su_box]

5. Sudut Pandang

[su_box title=”Sudut pandang dalam cerita” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Setiap cerita sudah pasti memiliki sudut pandangnya masing-masing. Hal tersebut juga berlaku pada cerita rakyat, sudut pandang dari folklore tergantung dari siapa yang bercerita.

Ada beberapa sudut pandang yang sering digunakan, berikut rangkumannya.

Sudut pandang orang ketiga (serba tahu), yaitu orang yang bercerita menempatkan dirinya dalam cerita sebagai pelaku sekaligus menyusun lakon sehingga bisa mengomentari, mengarahkan, dan berdialog. Biasanya menggunakan kata ganti dia.

Sudut pandang orang ketiga (pengamat), yaitu orang yang bercerita bertindak sebagai pengamat saja dan tidak terlibat aktif dalam cerita sehingga menyampaikan apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan. Biasanya menggunakan kata ganti dia.

Berikutnya sudut pandang orang pertama (pelaku utama), yaitu ketika orang yang menyampaikan cerita menggambarkan dirinya sebagai tokoh utama.

Lalu sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti, aku, kamu, Anda, dan lain sebagainya.

Sudut pandang orang pertama (pelaku sampingan), sudut pandang ini tidak jauh beda dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama.

Bedanya, pencerita tidak berperan sebagai pelaku utama, tapi hanya sebagai figuran saja. Sedangkan untuk kisah legenda Banyuwangi menggunakan sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat.

Meski ada kata “aku, Anda, kamu” tapi kata tersebut digambarkan sebagai percakapan. Sedangkan kata ganti tetap menggunakan kata “ia”.[/su_box]

6. Amanat / Pesan Moral

[su_box title=”Pesan moral cerita” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Anda tidak bisa menganggap folklore sebagai sebuah kenyataan yang pernah terjadi. Hal tersebut sangat mustahil terjadi dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Sehingga, Anda cukup menarik amanat atau pesan moralnya saja. Didalam cerita asal usul banyuwangi, ada amanat yang bisa dipetik.

Anda tidak boleh dengan mudah percaya dengan kata-kata orang asing, namun harus menyelidiki kebenarannya. Bahkan, Anda juga perlu menyelidiki latar belakang si penutur cerita.[/su_box]

7. Majas

[su_box title=”Analisis Majas” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

Ada salah satu majas yang teridentifikasi dari cerita di atas, yaitu sinekdoke pars pro toto.

Majas ini ada pada saat Rupaksa mengatakan bahwa suami Surati menyerang dan membunuh ayahnya. Padahal, Banterang pasti menyerang bersama prajuritnya.[/su_box]

Unsur Ekstrinsik Cerita Rakyat Asal Usul Banyuwangi

Setelah memahami unsur intrinsik, berikutnya pembahasan mengenai unsur ekstrinsik cerita yang berasal dari luar. Unsur ekstrinsik bisa berupa budaya, agama, dan lain sebagainya.

[su_box title=”Unsur Ekstrinsik Cerita” style=”noise” box_color=”#57C1FF” title_color=”#ffffff”]

1. Budaya Bertutur

Pada kisah cerita rakyat asal usul Banyuwangi, unsur ekstrinsiknya berupa budaya masyarakat. Masyarakat Indonesia memiliki budaya bertutur yang sangat kental, bahkan lebih kuat dari budaya menulis.

Hal ini dibuktikan dari sedikitnya literatur kuno berupa tulisan dan lebih banyak folklore.

2. Agama

Pada zaman dahulu, kepercayaan masyarakat Jawa berupa animisme dan dinamisme. Hal ini mempengaruhi pula lakon kisah ini. Dibuktikan dari kisah munculnya bau harum setelah Surati masuk ke danau.[/su_box]

Cerita rakyat ini juga memiliki makna yang menjadi pelajaran untuk masa kini. Banyak nasihat dan amanat untuk menjalani hidup yang lebih baik.

Leave a Comment