Cerita Rakyat Telaga Bidadari

Cerita rakyat yang ada di Indonesia bukan hanya terjadi di Pulau Jawa. Namun hampir masing-masing daerah memiliki cerita rakyat. Salah satunya adalah daerah Kalimantan Selatan.

Terdapat cerita rakyat Telaga Bidadari yang cukup terkenal di masyarakat. Mungkin kisah Telaga Bidadari ini memiliki kisah yang hampir mirip dengan kisah Jaka Tarub di tanah Jawa.

Yang membedakan adalah latar dan tokohnya. Masih bercerita tentang seorang pemuda dan bidadari.

Cerita Rakyat Telaga Bidadari

[su_box title=”Simak Ceritanya” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

1. Kehidupan Awang Sukma

Pada zaman dahulu kala, dikisahkan tentang seorang pemuda bernama Awang Sukma. Pemuda ini tubuh yang gagah dan paras yang tampan.

Setiap harinya Awang Sukma lebih suka mengembara untuk melihat berbagai macam kehidupan dan makhluk hidup.

Bukan hanya ke daerah pedesaan, Awang Sukma juga suka berkelana menyusuri hutan belantara. Bahkan dia memiliki rumah yang dibangun antara pohon-pohon besar di dalam hutan.

Dia merasa hidupnya damai saat tinggal di hutan. Selama hidup di hutan, Awang Sukma hidup berdampingan dengan semua hewan yang ada didalamnya.

Karena kedekatannya tersebut, dia akhirnya diangkat menjadi penguasa hutan yang diberi gelar Datu. Sebagai seorang Datu, dia kan berkeliling hutan setiap satu bulan sekali.

Awang Sukma akan melihat dan mengamati daerah kekuasaannya. Termasuk sebuah telaga yang airnya sangat jernih. Di dekat telaga tersebut ada sebuah pohon dengan aneka buah-buahan. 

Setiap pagi, Awang Sukma menghabiskan waktu dengan duduk di bawah pohon rindang itu. Tidak lupa dia mengalunkan lagu dengan meniup seruling kesayangannya.

Namun kala itu mendadak terdengar suara dari arah telaga. Awang Sukma mencoba mengintip dari balik celah batu. 

2. Bertemu Tujuh Bidadari

Setelah mencoba mencari tahu siapa yang ada di telaga, Awan Sukma melihat ada tujuh gadis yang cantik jelita. Mereka terlihat sedang bermain-main air sambil bersenda gurau.

Awang Kusuma terpesona dengan kecantikan mereka, dalam hatinya dia bertanya-tanya.

“Siapa mereka, cantik sekali. Apakah mereka adalah bidadari?” Para bidadari tersebut meletakkan selendangnya di tepi telaga.

Melihat itu, Awang Kusuma tiba-tiba ingin mengambilnya. Dia melihat para bidadari masih asyik bermain.

Dia mengambil selendang yang letaknya tidak jauh dari tempatnya bersembunyi. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengambil dan menyembunyikannya.

Selendang itu berharga untuk bidadari karena itu adalah satu-satunya alat untuk kembali ke kahyangan.

3. Bidadari Tidak Bisa Kembali Ke Kahyangan

Gerakan Awang Kusuma ketika mengambil selendang membuat dedaunan disekitarnya mengeluarkan suara berisik. Hal itu disadari oleh para bidadari.

Mereka terkejut dan memandang ke arah sumber suara. Segera para bidadari naik ke atas telaga dan bergegas mengambil selendang masing-masing.

Mereka ingin segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke kahyangan. Namun ada satu bidadari yang kebingungan melihat sekeliling untuk mencari selendangnya.

Dia mencoba mencari di beberapa tempat namun tetap saja tidak menemukan.

Setelah beberapa waktu akhirnya para bidadari lainnya memutuskan kembali ke kahyangan dan meninggalkannya sendiri di tepi telaga.

Gadis itu menangis sedih setelah ditinggal terbang ke kahyangan. Melihat itu, Awang Sukma keluar dari tempat persembunyiannya dan mendekati gadis tersebut.

“Wahai tuan puteri, kenapa kamu menangis di sini. Aku akan menolongmu, jadi jangan takut lagi!” Kata Awang Sukma.

Pada awalnya sang bidadari merasa takut dan ragu untuk menerima pertolongan dari Awang Sukma. Setelah berfikir lebih jauh, akhirnya dia menerima uluran tangan Awang Sukma.

Gadis ini ikut pulang ke rumah Awang Sukma yang ada di dalam hutan dan tinggal bersamanya. Di dalam hutan ini hanya ada Awang Sukma dan gadis tersebut.

Karena setiap hari telah bersama maka mereka memutuskan untuk menikah. Setelah beberapa waktu setelah pernikahan tersebut, bidadari bungsu melahirkan seorang anak bernama Kumalasari.

4. Waktunya Kembali ke Kahyangan

Kelahiran putri cantik mereka membawa kebahagiaan yang lebih besar. Pada suatu hari, sang bidadari melihat ada ayam hitam yang mengacak-acak padi di dalam lumbung.

Dia pun bergegas mengejarnya dan mengusirnya agar keluar dari lumbung padi. Tiba-tiba, dia melihat sebuah bumbung dari kayu yang tergeletak begitu saja di dekat lumbung.

“Bumbung apa ini, kenapa ada disini. Apa yang isinya?” tanya bidadari dalam hati. Karena penasaran akhirnya dia membuka tutup bumbung tersebut.

Setelah tutup terbuka, dia sangat terkejut melihat apa yang ada didalam bumbung tersebut. “Selendangku, ini selendangku!” Kata bidadari seolah tidak percaya.

Dia kesal karena selendang itu telah lama dicari dan ternyata disembuyikan di dalam bumbung. Namun dia juga merasa bahagia karena telah menemukan kembali selendangnya.

Akan tetapi mengetahui kebenarannya membuatnya marah juga. Dia marah karena selama ini yang menyembunyikan selendangnya adalah sang suami.

Setelah berfikir dengan matang, dia pun membulatkan tekad untuk kembali ke kahyangan. Dia mengenakan selendangnya dan bersiap untuk terbang ke kahyangan.

“Waktuku telah tiba, sekarang aku harus kembali ke kahyangan!” Kata bidadari.

Melihat kejadian itu, Awang Sukma segera mendekati isterinya. Dia meminta maaf kepadanya karena telah menyembunyikan selendang tersebut.

Namun sayang, semua ucapannya tidak mengubah tekad sang isteri untuk tetap kembali ke kahyangan.

“Kanda, aku serahkan Kumalasari. Rawatlah dengan baik. Aku akan kembali ke Kahyangan sekarang” Pinta bidadari kepada suaminya.

Dia menyerahkan Kumalasari kepada Awang Sukma. Hati Awang Sukma sedih melihat isterinya akan meninggalkannya.

“Setiap Kumalasari rindu, aku akan turun. Panggil aku dengan memasukkan 7 butir kemiri pada bakul. Bunyikan seruling sambil goncang-goncang bakul tersebut.” Ujar sang bidadari.

Setelah mengatakan hal tersebut, bidadari terbang kembali ke kahyangan. Sang Datu Awang Sukma hanya bisa bersedih melihat isterinya pergi meninggalkan dia dan buah hatinya.

Mulai hari itu Awang Sukma bersumpah melarang semua keturunannya agar tidak memelihara ayam hitam.

Awang Sukma merasa, ayam hitam inilah yang menjadi sumber petaka dalam kehidupannya.

Jika saja tidak ada ayam hitam yang masuk ke lumbung, pasti selendang itu tidak akan ditemukan oleh bidadari. Kehidupannya pasti tetap bahagia dan bersama.[/su_box]

Selain cerita rakyat telaga bidadari di atas, mungkin kamu juga tertarik membaca cerita berikut:

Analisis Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Telaga Bidadari

Setelah membaca keseruan cerita diatas, berikut kita membahas lebih dalam mengenai unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita.

Adapun unsur intrinsik cerita rakyat telaga bidadari adalah sebagai berikut:

1. Tema

[su_box title=”Analisis Tema” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

cerita rakyat telaga bidadari ini mempunyai tema tentang kisah seorang bidadari yang mengalami kesialan.

Selendangnya hilang pada saat bermain dengan saudara-saudaranya di sebuah telaga. Akhirnya dia terpaksa tinggal di hutan tersebut sebelum bisa kembali ke kahyangan.[/su_box]

2. Latar

[su_box title=”Latar Cerita” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

Latar Legenda Telaga Bidadari terjadi di beberapa tempat seperti telaga yang berada di tengah hutan, lumbung padi milik Awang Sukma yang menjadi tempat sang bidadari menemukan selendang yang disembunyikan. Untuk latar waktu adalah pada pagi hari.[/su_box]

3. Tokoh

[su_box title=”Penokohan” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

A. Awang Sukma 

Adalah seorang pemuda yang memiliki wajah tampan dan perawakan yang gagah. Namun dia memiliki sifat sebagai pembohong dan tamak.

Dia mengambil selendang bidadari dan menyembunyikannya agar bisa menikahi sang bidadari.

B. Bidadari

Sifatnya penyayang dan lembut. Dia juga seorang yang pemaaf. Walaupun suaminya telah berbohong dan menyembunyikan selendangnya, dia tetap memaafkannya.

Dia juga tetap menyayangi dengan tidak memberikan hukuman pada suami.

Bidadari juga orang yang bertanggung jawab pada keluarga. Saat dia kembali ke kahyangan, dia berjanji dan bersedia untuk turun jika sang anak merindukannya. [/su_box]

4. Alur

[su_box title=”Alur Cerita” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

cerita rakyat telaga bidadari menggunakan alur maju. Ceritanya runtut mulai dari awal pertemuan Awang Sukma dengan bidadari. Mereka lalu hidup bersama dan menikah.

Setelah itu mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik. Akhir kisah ketika sang bidadari menemukan kembali selendang yang disembunyikan oleh Awang Sukma.

Dia pun bertekad untuk kembali ke kahyangan meninggalkan Awang Sukma dan Kumalasari, sang anak. [/su_box]

5. Sudut Pandang

[su_box title=”Sudut Pandang dalam Cerita” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

Seperti kebanyakan cerita pada umumnya, cerita rakyat telaga bidadari ini memiliki sudut pandang orang ketiga.

Dalam cerita tersebut menggunakan kata ganti orang ketiga yaitu “dia” dan “mereka’.[/su_box]

6. Amanat / Pesan Moral

[su_box title=”Pesan Moral Cerita” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

  • Lakukan hal yang benar jika Anda menginginkan sesuatu. Dapatkan hal tersebut dengan cara yang halal dan benar.
  • Sesuatu yang didapatkan dengan cara yang tidak baik, akan berakhir menjadi malapetaka.
  • Jangan pernah menyimpan atau menyembunyikan suatu perbuatan buruk, karena suatu saat pasti akan terbongkar.
  • Berbesar hatilah untuk memaafkan kesalahan orang lain dan tetap bertanggung jawab pada apa yang telah dilakukan.[/su_box]

7. Majas

[su_box title=”Analisis Majas” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

jika kita mencemati, maka majas yang tepat adalah majas hiperbola yang artinya telalu melebih-lebihkan.[/su_box]

Analisis Unsur Ekstrinsik Cerita

Selain unsur intrinsik diatas, kita analisis juga unsur ekstrinsik cerita rakyat telaga bidadari ini, sebagai berikut:

[su_box title=”Unsur Ekstrinsik Cerita” style=”noise” box_color=”#8B3030″ title_color=”#ffffff”]

1. Nilai budaya

Pada zaman dahulu banyak yang masih mandi dan melakukan aktivitas di telaga sebagai sumber air. Saat ini telaga lebih banyak digunakan sebagai tempat wisata.

2. Nilai Sosial

Hidup berdampingan dengan semua makhluk hidup, seperti yang dilakukan oleh Awang Kusuma yang lebih senang tinggal di dalam hutan dan berteman dengan para hewan-hewan.

Namun dia juga makhluk sosial yang membutuhkan pendamping, hingga menikahi bidadari.

3. Nilai Moral

  • Jangan suka berbohong dan berbuat curang.
  • Dapatkan apa yang diinginkan dengan cara yang baik.
  • Memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan.[/su_box]

Mengenal cerita rakyat Telaga Bidadari dapat menambah wawasan tentang kisah rakyat yang ada di Indonesia.

diluar apakah benar kejadian tersebut benar-benar terjadi atau tidak, warga sekitar masih mempercayai kisah ini hingga sekarang.

Leave a Comment